Berita ::. donesia.co

Informasi Cerdas Indonesia

Benang Tipis Antara Sebuah Keluarga dan Negara

PALEMBANG – Keluarga adalah bagian terkecil dalam masyarakat. Secara normal, keluarga terdiri dari individu-individu yang merupakan ayah, ibu dan anak-anak mereka. Selanjutnya, kelompok keluarga akan membentuk lingkungan, beberapa lingkungan kemudian akan membentuk sebuah kota dan seterusnya akhirnya secara resmi akan membentuk sebuah negara. Jadi, sangat jelas bahwa keluarga juga dapat dilihat sebagai unit terkecil di suatu negara.

Coba kita bayangkan jika setiap keluarga membentuk keluarga yang baik, maka negara juga akan baik. Di sinilah tanggung jawab kita sebagai orang tua memainkan peran penting bagi suatu negara. Anak – anak kita cenderung mereplikasi (mencontoh) orang tua mereka.

Mereka mungkin tidak mendengarkan nasihat atau perintah langsung anda, tetapi mereka cenderung meniru apa yang Anda lakukan, seperti yang dikatakan oleh Robert James “Bob” Keeshan, seorang produser dan aktor televisi Amerika, yang juga merintis Televisi Anak, “Orang tua merupakan peran utama panutan bagi anak-anak”. Setiap kata, gerakan dan tindakan orangtua memiliki pengaruh bagi anak. Tidak ada orang lain atau kekuatan luar yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap seorang anak daripada orang tua.

Jelas, anda tidak dapat memilih anak-anak anda sendiri dan anak-anak anda juga tidak dapat memilih anda sebagai orang tua mereka. Ini adalah semacam situasi “pemberian” (gifted) dan pada kenyataannya, hal tersebut merupakan “keindahan” dalam hidup ini. Masing – masing dan setiap dari kita diberi situasi yang unik dan kondisi yang berbeda untuk hidup.

Atas dasar pemikiran ini, maka marilah kita fokus dalam mengembangkan dan mengasuh anak-anak kita, sehingga pada waktunya mereka juga dapat berkontribusi untuk kemajuan negara dan seluruh dunia. Izinkan saya dengan rendah hati berbagi pengalaman saya membesarkan ketiga putra saya, karena saya mungkin tidak dipercaya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk membesarkan anak perempuan.

Mulanya, jauh sebelum menikahi istri saya, kami telah membahas secara rinci siapa yang akan bertanggung jawab atas keluarga kami. Kemudian kami mencapai kesepakatan bahwa saya akan pergi keluar rumah untuk menjadi “penopang kehidupan keluarga” dan istri saya, Yana akan berfokus pada “urusan internal keluarga” kami atau dikenal sebagai “Ibu Rumah Tangga” dalam bahasa Belanda (Indonesia) atau “Suri Rumah” dalam bahasa Inggris (Melayu) hahaha… dan alhamdullilah, komitmen ini masih dihormati sampai hari ini.

Namun, tidak berarti bahwa dia tidak membantu ketika saya, pada satu titik, sangat membutuhkan dukungannya. Saya masih ingat dengan jelas ketika dia memasak makanan Indonesia dan dijual untuk membantu masalah keuangan keluarga selama studi saya di negara yang cukup jauh… jauh … jauh dari rumah.

Di sisi lain waktu itu, tugas saya untuk membawa anak-anak ke tempat tidur setelah istri saya selesai memberi mereka makan, serta untuk membawa mereka berjalan-jalan termasuk car boot sale/pasar loak, tempat populer istri saya suka mengunjungi selama akhir pekan grrhhh…

Ngomong-ngomong, sejak putra pertama kami, Fajar lahir di Inggris, saya sebenarnya punya janji yang “lucu” yaitu: anak kami selanjutnya harus juga dilahirkan di Inggris. Karena saya pikir tidak adil jika seorang anak lahir di Inggris, di rumah sakit yang canggih dan yang lainnya lahir di kota – kota kecil dengan dukun beranak saja. Selain itu, untuk seorang karyasiswa seperti saya, itu benar – benar bebas dari biaya apapun untuk melahirkan anak di rumah sakit pemerintah di Inggris pada waktu itu.

Bagaimanapun, dua tahun setelah pulang ke tanah air, saya kembali ke Inggris untuk gelar lain (Master) yang disponsori sepenuhnya oleh Pemerintah Inggris di bawah beasiswa Foreign and Commonwealth Office (FCO), saat ini disebut Chevening Award dan saat itulah putra kedua kami, Fadhli lahir.

Karena persaingan untuk mendapatkan beasiswa di negara saya sangat sulit dan kompetitif, saya tidak menaruh begitu banyak harapan untuk mendapatkan gelar ketiga (PhD). Tidak sampai 8 (delapan) tahun setelah Fadhli lahir, saya akhirnya ditawari untuk kembali ke Inggris untuk PhD saya. Saat itulah, lagi-lagi kami memiliki putra ketiga kami, Fayez.

Sekarang, sebagai sebuah keluarga peran kami sebagai orang tua diperluas menjadi seorang kakek dan nenek. Fajar telah menyelesaikan pendidikan Dokter Umum dan saat ini sedang menempuh pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Dia juga telah menikahi teman kuliahnya setelah upacara kelulusan mereka, Dwi, seorang dokter muda yang cemerlang, cerdas dan cantik.

Kemudian mereka memiliki Ghazala, seorang bayi perempuan yang cerdas dan cantik. Menantu kami seorang lulusan kedokteran dengan predikat cum – laude, yang pernah memegang jabatan sebagai Kepala unit hemodialisis di salah satu rumah sakit papan atas di negara kita, kemudian dia memilih untuk mengundurkan diri untuk menjadi “ibu sepenuhnya” bagi Ghazala. Tentunya mereka memiliki komitmen keluarga sendiri.

Di atas segalanya, saya pikir kita harus menentukan tujuan kita sendiri dalam membesarkan dan menjalankan keluarga. bukan sekedar mengikat janji di mana laki-laki dan perempuan secara terbuka menyatakan hidup bersama dan memiliki anak, tetapi lebih dari itu, keduanya harus bertanggung jawab penuh bagaimana mempersiapkan generasi penerus dan pemimpin bangsa sebagai bagian dari peradaban dunia. Mereka harus membentuk tujuan bersama yang ditetapkan untuk dikejar sejak hari pertama pernikahan mereka.

Putra kedua saya, Fadhli, baru saja lulus dengan gelar terhormat (honours) di bidang Farmasi dari universitas nomor satu di Asia (Peringkat 12 di QS World University Ranking). Dia telah menghabiskan 9 tahun mengejar studinya di negara tetangga dengan beasiswa penuh dari Pemerintah Singapura sejak ia meninggalkan rumah pada usia 14 tahun. Dia sekarang menjadi Pra-reg Apoteker di National Heart Centre Singapore (NHCS), di bawah SingHealth.

Yang termuda, Fayez masih di kelas 10 dan masih belum memutuskan ke arah mana dia akan menuju. Dua kakak laki-lakinya termasuk saudara iparnya semuanya memilih untuk bidang medis. Dia berharap untuk mendukung mereka juga tetapi dari aspek profesional lainnya, yaitu hukum medis. Pokoknya apapun keputusan yang kamu pilih, kamu akan mendapat dukungan penuh dan doa dari kami, Nak.

Singkatnya, saya sangat percaya bahwa jika kita tidak diberi kesempatan untuk berkontribusi secara langsung untuk menjalankan negara maka setidaknya kita dapat berkontribusi dengan merawat keluarga kita dengan baik, kemudian memperluasnya ke keluarga dekat, teman, kolega, lingkungan kita dan lainnya. Ini akan membawa dampak yang signifikan bagi masyarakat dan bangsa pada umumnya. Harap diperhatikan bahwa cerita ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menjadi sombong.

Kami hanya ingin berbagi pengalaman kami sebagai orang tua. Ini juga merupakan amanah dari mendiang Ibu angkat tercinta saya di Inggris Audrey Allsopp yang telah berbagi sebagian perjalanan hidupnya dengan keluarga kami.

Mimpinya untuk menulis “novel” tentang keluarga kami tidak pernah terwujud sampai kepergiannya menghadap sang pencipta beberapa tahun yang lalu. Kedua putranya, John Allsopp dan Dave Allsopp adalah saksi hidup tentang bagaimana dan apa yang telah dilakukan dan disumbangkan oleh wanita yang kuat, perhatian, dan penuh kasih sayang ini dalam hidup saya sehingga saya dapat pulih sepenuhnya dari penyakit saya yang panjang dan parah sendirian di negara asing. Saya berjanji untuk berbagi cerita kehidupan nyata ini suatu saat nanti, insya Allah.
KL, Dini Hari, 7 Oktober 2015

Alih bahasa oleh: Mohd Dzulfiqor Ammar