Berita ::. donesia.co

Informasi Cerdas Indonesia

Semoga Mendapat Haji Mabrur

DONESIA.CO —– SERING kita mendengar saat keberangkatan jamaah haji ke Tanah Suci dengan doa “Semoga mendapat haji mabrur”. Namun sebenarnya, istilah haji mabrur tidak kita temui dalam Alquran. Kata mabrur baru dijumpai dalam salah satu hadist Rasulullah SAW yang bermakna haji yang sempurna. Seperti riwayat Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW suatu kali pernah ditanya, “Apakah amalan yang paling utama?”. Rasulullah SAW menjawab, “Beriman kepada Allah.” Sahabat itu bertanya lagi, “Kemudian apa?” Rasulullah SAW menjawab. “Jihad di jalan Allah.” Sahabat itu bertanya lagi,”Kemudian apa?” Sabda Beliau SAW, “Haji Mabrur,” (HR Bukhari dan Muslim)

Riwayat lain dari Abu Hurairah RA juga menyebutkan, “Ibadah umrah hingga ibadah umrah berikutnya adalah kifarat yang akan menghapuskan dosa di antara keduanya. Adapun bagi ibadah haji yang mabrur, tiada ganjarannya selain dari Surga.” (HR Bukhari dan Muslim)

Mabrur berasal dari bahasa Arab barra yang bermakna surge, benar, diterima, pemberian, keluasan, dalam kebajikan. Dalam Ensiklopedi Haji dan Umrah, haji mabrur dapat diartikan dengan haji yang dipandang baik dan benar karena telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’ sehingga diterima Allah dan diberi ganjaran berupa surga.

Ibnu Khalawah mendefinisikan, haji mabrur adalah haji yang maqbul (diterima Allah). Al-Nawawy menyebutkan bahwa haji mambrur adalah haji yang pelaksanaannya tidak dinodai oleh dosa. Menurut Al-Qurthuby, pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh pakar tentang haji mabrur maknanya berdekatan. Jadi, haji mabrur adalah haji yang sempurna hukum-hukumnya sehingga terlaksana secara sempurna sebagaimana yang dituntut.

Imam Ahmad dan Al-Hakim meriwayatkan dari sahabat Jabir RA, para sahabat bertanya kepada Rasul SAW “Apakah haji mabrur itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Memberi pangan dan menyebarluaskan kedamaian.” Akan tetapi hadis ini dilemahkan Imam Ibnu Hajar. Seandainya hadis ini sahih, maka boleh jadi pasti itulah makna haji mabrur.

Abdul Halim Mahmud, mantan pemimpin tertinggi Al-Azhar mendefinisikan, haji merupakan kumpulan yang sangat indah dari simbol-simbol kerohanian, yang mengantarkan seorang Muslim masuk dalam lingkungan ilahi. Apabila haji itu dilaksanakan dalam bentuk dan caranya yang benar.

Untuk mencapai haji yang mabrur tersebut, diperlukan kebersihan dan kesempurnaan rangkaian-rangkaian kegiatan haji mulai dari awal hingga akhir. Dimulai dari niat yang ikhlas karena memenuhi panggilan Allah semata. Bukan karena motivasi-motivasi lainnya, meskipun sedikit. Biaya yang dipergunakan untuk pelaksanaan haji dan bekal bagi keluarga yang ditinggalkan haruslah berasal dari rezeki yang halal lagi baik.

Kemudian dibarengi dengan usaha yang maksimal untuk mempelajari tata cara pelaksanaan haji sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW lalu diwujudkan dengan melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya. Jamaah haji yang berhasil memperoleh haji mabrur akan mendapatkan manfaat yang banyak dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di antara manfaat yang diperoleh dari haji mabrur dijelaskan dalam sebuah hadis yang panjang yang berasal dari Ibnu Umar.

Abdullah bin Umar berkisah bahwa suatu ketika dia duduk bersama Nabi Muhammad SAW di masjid Mina. Ketika itu, datanglah seorang dari Suku Tsaqif hendak bertanya.Pertanyaannya seputar ganjaran bagi seseorang yang mendatangi Baitullah (Haji).

Rasulullah SAW pun bersabda, “Sesungguhnya jika engkau berangkat dari rumahmu menuju Bait Al-Haram (Ka’bah), maka untamu tidak meletakkan kakinya, tidak pula mengangkatnya kecuali ALlah menetapkan untukmu suatu kebaikan serta menghapus satu dosa.

Adapun shalat dua rakaat yang kamu lakukan setelah thawaf, maka ganjarannya sama dengan memerdekakan seorang dari putra Ismail AS.

Adapun sai’mu antara Shafa dan Marwah pahalanya adalah bagaikan memerdekakan tujuh puluh hamba sahaya. Adapun wukufmu pada sore hari di Arafah, maka sesungguhnya Allah “turun” ke langit dunia untuk membanggakanmu kepada malaikat-malaikat sambil berfirman, “Hamba-hamba-Ku datang berbondong-bondong dari seluruh penjuru, mereka mengharapkan surge-Ku”. Seandainya dosa-dosamu sebanyak butir-butir pasi, atau tetes-tetes hujan , atau buih di lautan, pasti akan Aku ampuni. Bertolaklah (dari Arafah ke Mina) dalam keadaan telah diampuni untukmu dan untuk siapa yang kamu mintakan untuk diampuni.

Adapun lontaran krikilmu, maka setiap kerikil yang engkau lontarkan, merupakan pengampunan dari dosa besar yang menjerumuskanmu ke neraka. Sedangkan penyembelihan kurban yang engkau lakukan, maka itu dijadikan bekal untukmu di sisi Tuhanmu. Sedangkan bertahallul (bercukur rambut) yang engkau lakukan, maka untuk setiap rambut yang engkau cukur satu ganjaran kebajikan dan menghapus dirimu dari dosa.

Adapun thawafmu di sekeliling Ka’bah sesudah itu (thawaf ifadah sesudah bercukur), maka sebenarnya ketika itu, engkau melaksanakan thawaf dalam keadaan tidak memiliki dosa, malaikat datang meletakkan tangannya di bahumu sambil berkata: Bekerjalah untuk masa datang, karena telah diampuni dosamu yang lalu.” (HR.Al-Thabrani dan Al-Mundziri)

Haji mabrur itu harus tetap dipelihara dengan cara menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Segala hikmah dan pelajaran yang terkandung dalam rangkaian ibadah haji.

Predikat haji

Menggapai predikat haji yang mabrur adalah impian setiap mereka yang datang ke Tanah Suci. Haji Mabrur adalah puncak dari segala ibadah, sebagaimana ia menjadi puncak dari rukun Islam bagi seseorang. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Tiada balasan yang lebih pantas bagi haji yang mabrur, kecuali Surga.” (HR Bukhari Muslim)

Menurut KH Ahmad Satori Ismail yang disadur dalam buku ‘Berburu Haji Mabrur (Hafidz Muftisany)’ haji mabrur tidak bisa lepas dari tuntunan Rasul dalam melaksanakan haji. Bagaimanapun ikhlas dan khusyu’nya seseorang melaksanakan haji, tapi jika menyelesihi tuntunan yang disyariatkan Rasul, tentu bisa mengancam keabsahan hajinya. “Kita harus mengerti ilmu manasik hajinya. Melaksanakan ibadah tanpa mengerti ilmunya tentu saja ditolak,” kata KH Ahmad Satori.

Pembina Bimbingan Haji Bisa Insan Munawwarah itu menyebutkan, banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan agar bisa menghantarkan seseorang pada derajat haji mabrur. Tidak hanya ilmu-ilmu terkait haji saja yang harus dipahami. Tapi ilmu-ilmu terkait dengan pelaksanaan haji juga harus dimengerti oleh jamaah haji. KH Ahmad Satori mencontohkan, ketika pergi haji tentu jamaah haji dihadapkan pada kasus mengqasharkan dan mengqadhakan sholat. Bagaimana tata cara pelaksanaan qashar dan qadha sholat, tentu hal tersebut harus dipahami. Demikian juga dengan tayamum ketika tidak mendapati air dan kasus-kasus fiqih lainnya.

Menuju haji mabrur harus dipersiapkan sedari berangkat. Alquran secara jelas menyebutkan, sebaik-baik bekal haji adalah ketakwaan (QS Al Baqarah (2): 197). Jadi, memperkuat ruhiyah dan membersihkan jiwa sebelum berangkat haji adalah suatu kemestian. “Sebelum berangkat perbanyak tobat. Karena bekal haji itu adalah ketakwaan. Jadi, sebelum berangkat sudah terbiasa untuk takwa, yakni dengan mengikuti perintah dan menjauhi larangan-NYA,” paparnya.

Indikator haji mabrur lainnya adalah membiasakan ikhlas atas segala sesuatu yang dilakukan. Selain itu, hendaklah jamaah haji memperkokoh tauhidnya kepada Allah. “Kalau kita lihat, inti dari ucapan talbiyah labbaikallahumma labbaik itu semuanya tauhid. Jadi sudah semestinya tauhid itu kita perdalam dan yakini di hati. Jangan hanya sebatas ucapan saja,” tambahnya.

Selama menunaikan haji, seorang hujjaj (jamaah haji) hendaklah senantiasa mengisi hari-harinya dengan zikir. Disamping ucapan talbiyah yang memang disunnahkan, masih banyak zikir-zikir lainnya yang perlu diperbanyak. Demikian juga dianjurkan untuk banyak berdoa, karena waktu haji adalah salah satu waktu yang terbaik dan makbul untuk berdoa.

Demikian juga dengan bersedekah,KH Ahmad Satori menyarankan agar setiap hari seorang hujjaj membiasakan dirinya dengan bersedekah. “Biasakan bersedekah walaupun sedikit, tapi usahakan setiap hari ada selama disana,”pesannya.

Perjalanan haji adalah perjalanan sakral yang penuh dengan hikmah. Jangan sampai perjalanan tersebut terbuang sia-sia, apalagi dirusak dengan perilaku maksiat. Hendaklah seseorang menahan diri dan sabar selama prosesi haji berlangsung.

“Mulai dari keluar rumah sampai kembali, itu semua hendaknya dalam ridha Allah. Jaga hati, jangan sampai ada kesal. Misalkan ketika pesawat delay dan lainnya. Itu semua berada dalam ibadah,” pesannya.

Haji Mabrur Vs Haji Mardud

Indikasi seseorang mendapatkan haji mabrur bisa terlihat dalam kesehariannya ketika sudah kembali ke tanah air. Menurut KH Ahmad Satori, indikasi haji mabrur adalah semakin bersemangat untuk beribadah.”Kita bisa lihat setelah pulangnya. Kalau shalatnya tidak tambah rajin, sedekahnya tidak bertambah, hubungan dengan orang lain tidak lebih baik, ini berarti hajinya tidak mabrur,”jelasnya.

Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), KH Kurdi Mustofa menjelaskan ada golongan yang tidak mendapatkan apa-apa sepulang dari Baitullah. Menurutnya, persentase yang disyaratkan oleh Rasul tentang haji mabrur sangat sedikit. Banyak diantara mereka justru mendapatkan gelar haji mardud (ditolak).

“Jadi sedikit dari jamaah haji yang mendapat predikat haji mabrur. Selebihnya? Dikatakan dalam satu riwayat, yang mabrur dan mardud satu banding seribu,” ujarnya.

Ada pula jamaah haji yang hanya memenuhi kreteria syarat sah haji saja. Mereka tidak mempunyai suatu nilai tambah apa-apa. “Mereka yang seperti ini, tentu nilai mabrur sebuah haji masih dipertanyakan,” ungkapnya.

Kiai Kurdi menuturkan masalah yang akan ditemui di Baitullah banyak sekali. Jutaan jamaah dari berbagai negara juga menyumbang permasalahan tersendiri. “ Ini ujian apa jamaah bisa melewati masalah-masalah itu,” ucapnya.

Tentu pada akhirnya  akan ada kalkulasinya. Ada jamaah haji yang perhitungan sah secara syariatnya saja. Ada perhitungan mabrur secara hakikatnya. “Kalau perhitungan sah secara syariat, sudah terpenuhi ketentuan rukun dan syaratnya saja itu sudah sah,” jelasnya. Tapi apakah orang tersebut mendapatkan mabrur dan diterima di sisi Allah, tentu hanya Allah yang Maha Tahu. Wallahu a’lam bish-shawab (EDITOR)