Berita ::. donesia.co

Informasi Cerdas Indonesia

Sumsel Jadi Pusat Transit Penyelundupan Benih Lobster

DONESIA.CO, PALEMBANG — Bulan Juni 2021 menjadi waktu bagi para penyelundup Benih Lobster beraksi bersama para sindikatnya dari pulau Jawa maupun Lampung. Dari hasil penindakan tim gabungan Bea Cukai dan Polda Sumsel, mendapati tiga mobil boks yang membawa 347.606 ekor benih dalam rentang waktu dua pekan.

Penyelundupan pertama yang berhasil ditangkap terjadi pada 7 Juni sebanyak 55.005 ekor, lalu tanggal 12 Juni 66.937 ekor. Terbaru, 18 Juni lalu sebanyak 225.664 ekor atau terbanyak selama penindakan penyelundupan lobster di Bumi Sriwijaya. Ditafsir harga benur tersebut mencapai Rp52 miliar untuk dua jenis lobster Pasir dan Mutiara.

“Untuk bulan ini saja sudah tiga kali penyelundupan dilakukan. Diduga masih ada benur yang coba diselundupkan melalui Sumsel, lantaran banyak jalur darat maupun sungai yang tidak terpantau,” ungkap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumsel, kombes Pol Supriadi.

Supriadi menjelaskan, jalur darat dan sungai di Sumsel banyak yang tidak terpantau lantaran jauh dari akses publik. Kondisi ini yang menyebabkan banyak jalan-jalan yang tidak terpantau. Luasnya wilayah Sumsel membuat tim dari Kepolisian kesulitan memantau jalur tikus sepanjang waktu.

“Seperti wilayah Banyuasin di sana memiliki areal cukup besar. Di Tanjung Api-Api (TAA), Sungsang sendiri banyak pelabuhan tradisional yang memudahkan mereka (penyelundup) mengeluarkan barang-barang gelap,” ungkap dia.

Dari hasil penangkapan terhadap beberapa tersangka penyelundupan, mereka mengaku memilih Sumsel sebagai tempat transit sebelum benih-benih lobster tersebut dibawa ke Malaysia, Singapore, hingga Vietnam. Supriadi menjelaskan, Sumsel menjadi wilayah transit bagi barang-barang terlarang.

Baik penyelundupan lobster dan narkoba memiliki kesamaan, mulai dari akses pengiriman melalui jalur tikus, hingga cara-cara menggunakan kurir yang telah ditentukan oleh para sindikat.

“Harga di luar negeri bagus dan menjanjikan jadi mereka mencoba menyelundupkannya karena benih ini dilarang untuk di jual. Kita tahu tidak hanya Sumsel yang dijadikan tempat transit, daerah-daerah lain juga serupa,” ungkap dia.

Jalur tikus di pelabuhan dan darat bukan permasalahan baru. Hal ini sudah lama terjadi. Untuk pengawasan benih lobster, pihaknya terus melakukan koordinasi sebab untuk proses pengawasan lebih lanjut dilakukan oleh Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Palembang.

“Kita ada kerahkan Babinkamtibmas untuk lebih giat melakukan pengawasan lebih lanjut, mereka akan dituntut untuk berperan aktif di desa masing-masing,” ungkap dia.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Palembang, Maputra Prasetyo membenarkan, perihal wilayah Sumsel yang kerap menjadi tempat transit maupun sarang penyelundupan benih lobster.

Dari dara SDKP, ada empat jalur penyelundupan yang kerap digunakan. Pertama benih lobster asal Bengkulu yang dibawa lewat Betung Banyuasin dengan tujuan akhir Kuala Tungkal Provinsi Jambi atau Bengkulu ke Pagar Alam dan Muara Bungo.

Jalur selanjutnya via Lampung menuju Banyuasin dan tujuan akhirnya Kuala Tungkal Jambi. Sedangkan untuk benih asal Sukabumi yang juga berhasil digagalkan memiliki Sungsang Banyuasin, melalui jalan tol Sumatra.

“Rata-rata memang penyelundup suka lewat jalur lintas timur maupun barat. Sedangkan Untuk tujuan Sungsang biasanya sudah ada kapal hantu yang disiapkan untuk mengangkut benih lobster seperti peredaran senjata dan narkoba,” ungkap Maputra.

Maputra menjelaskan, untuk aturan ekspor benih lobster sudah dicabut oleh pemerintah pusat. Hal ini berdampak pada meningkatnya penyelundupan benih lobster. Benih-benih ini datang dari wilayah-wilayah konservasi seperti Banten dan Lampung dimana daerah tersebut menjadi tempat pelepasliaran benih lobster hasil penyelundupan.

“Sumsel sendiri bukan tempat berkembang biaknya lobster karena mereka hidup dikawasan terumbu karang. Di sini tidak cocok lantaran perairannya berlumpur,” ujar dia.

SDKP Palembang sejauh ini tetap melakukan pengawasan terkait upaya penyelundupan benih lobster. Hanya saja wewenang mereka terbatas hanya diseputaran wilayah Sungai, Laut dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Selama ini merekan terus melakukan pemeriksaan di pelabuhan perikanan, dan tempat budidaya.

“Kalau ditemukan di jalan raya, maka kewenangannya akan diberikan ke Polda maupun Polres. Bagi pelaku penyelundupan lobster akan dikenakan pasal 92 junto pasal 26 UU perikanan nomor 45 tahun 2009 atau 31 tahun 2004 dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp2 miliar,” pungkasnya. (bun)