DONESIA.CO, PALEMBANG — Case Fatality Rate atau angka kematian di Kota Palembang sejauh menjadi yang tertinggi di Sumatra Selatan (Sumsel). Tercatat ada 628 kasus kematian sejak awal pandemik di bulan Maret 2020 lalu. Kasus kematian Palembang bahkan melebihi standar organisasi kesehatan dunia (WHO) sebesar 2,2 persen dan nasional 2,8 persen.
“Sejauh ini dari hitungan angka kematian di Palembang mencapai 4,4 persen. Hal ini perlu diwaspadai. Kebanyakan yang meninggal akibat COVID-19 adalah lansia di atas 60 tahun yang memiliki komorbit,” ungkap Kasi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Dinkes Kota Palembang Yudhi Setiawan, Sabtu (19/6/2021).
Yudhi menjelaskan tingginya angka kematian Kota Palembang terjadi akibat banyaknya masyarakat yang sakit terlambat ditangani. Rata-rata penyakit penyerta pasien COVID-19 yang meninggal dunia adalah diabetes, hipertensi dan jantung sehingga memperparah penyakitnya.
Saat ini Dinkes Palembang terus berupaya mencegah agar kasus kematian semakin meningkat. Salah satunya dengan melakukan Proses tracing, testing dan treatmen.
“Apapun penyakitnya kalau ditangani lebih cepat akan cepat juga ditangani. Terutama mereka yang sudah mengalami gejala sesak napas, demam di atas 38 derajat harus cepat ke fasilitas kesehatan,” ungkap dia.
Selama ini, pasien dengan komorbit di Palembang datang setelah kondisi tubuh drop. Hal ini yang membuat proses penanganan pasien semakin sulit. Masyarakat Palembang, memiliki kecenderungan takut memeriksakan diri ke faskes akibat anggapan yang salah.
“Banyak dari pasien takut kalau ke faskes dicovidkan. Hoaks dan stigma inilah yang masih kuat. Padahal, semua butuh proses pengecekan Polymarese Chain Reaction (PCR) tidak serta merta dicovidkan. Dan semua pembiayaan gratis, faskes tentu punya SOP yang jelas dalam menyatakan pasien tersebut benar-benar terpapar virus,” jelas dia.
Selain angka kematian, Yudhi menjelaskan angka Positivity Rate di Palembang terbilang cukup tinggi dikisaran angka 11-12 persen atau jauh di atas standar WHO lima persen. Tingginya angka positivity rate terjadi akibat kurang maksimalnya skrining kasus positif.
“Bagusnya satu kasus positif ditemukan langsung dilakukan skrining kontak eratnya. Idealnya 1:10 sampai 1:15, sedangkan Palembang sejauh ini masih sekirar 1:7, ini perlu kita kebut,” jelas dia.
Yudhi menambahkan, dengan makin banyaknya sampel yang diperiksa secara otomatis angka positivity rate Palembang dapat terus ditekan.
“Banyaknya orang yang diperiksa positif berbanding terbalik dengan angka penelusuran kontak erat. Makanya orang yang masuk kriteria suspect juga harus diperiksa,” pungkasnya. (qjm)
Berita Lainnya
Universitas Indo Global Mandiri Sabet PTS Peringkat Pertama di Sumatera dan Peringkat 7 PTS se-Indonesia versi THE Impact Rankings 2023
Herman Deru Ajak APTISI Berkontribusi Cetak Generasi yang Dapat Memajukan Pembangunan di Sumsel
Prof Erry Yulian Sandang Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indo Global Mandiri